On World Press Freedom Day asked our journalist friends what the day meant for them. The responses we got were a mixture of idealism and skepticism. Here's what they had to say:
Zaky Almubarok, Journalist, Koran Tempo: “Tetap ingin bahagia, ketentraman hati dan ketenangan jiwa. Dan masih byk lg yg ingin gw capai, termasuk kenaikan gaji dr kantor. He...he...”
Dicky Kristanto, Journalist, LKBN Antara: “It means we’re heroes and we’ve saved the world. Basi ga sih... Hehe...”
Hizbullah Arief, Journalist, BusinessWeek: “To be honest. I haven’t got my freedom yet ;-( “
Sarwani, Editor, Bisnis Indonesia: “I agree with Shakespeare ‘it is never good to bring bad news’..”
Riyadi Suparno, Managing Editor, The Jakarta Post:“Saya pribadi merasa bangga karena punya kebebasan dalam bersuara di media sekarang ini. Dulu kita merayakannya dengan gloomy karena masih berada di bawah tekanan rezim pemerintah. Kalo sekarang kebebasan yang kita nikmati saat ini sudah setara dgn negara2x lain. Di samping itu, menurut saya, kita harus berusaha menyebarkan kebebasan pers ini ke rekan-rekan media di negara tetangga, mereka yang masih mengalami tekanan dan belum memiliki kebebasan dalam bersuara, seperti di Malaysia misalnya”.
Wicaksono, Managing Editor, Koran Tempo: “Kebebasan pers itu omong kosong jika jurnalis hidup dalam tekanan pemerintah yang otoriter dan publik yang anarkis.”
Algooth Putranto, Journalist, Bisnis Indonesia: "ngga ngaruh!!!...kebebasan di indonesia malah udah kebablasan...apalagi soal wartawan infotainment..."
Kornelius Purba, Editor, The Jakarta Post: "The more subscribers and ads very helpful for us journalists...to liberate us from being underpaid"
Aries Kelana, Editor, Majalah Gatra: "Bagi saya belum ada kebebasan pers. Masih banyak pers yang dibatasileh kepentingan penguasa, pemilik modal atao pengurusnya sendiri, meski pers sudah menyajikan secara konsekwen"
Roesdiono Soedibyo, Senior Editor, Angkasa Magazine: “Bila Indonesia bisa lebih dewasa, kebebasan pers di negara ini bisa lebih baik. Sekarang ini, kontrol masih diperlukan di Indonesia.”
Cahyo Sasongko, Senior Editor, Kompas Cyber Media: “Yang pasti, wartawan Indonesia itu many threats, less protection. Ada 3 unsur pelindung sekaligus ancaman: owner, state and society. Kita bermain di 3 unsur ini.”
Nasrullah Nara, Journalist, Kompas: "Ah, apalah arti sebuah hari? Bukankah hari kemarin, hari ini, dan hari esok, hanya dampak dari berpendarnya sang surya mengikuti sumbu rotasi bumi? Tapi yang pasti, di mana bumi dipijak di situ langit mengatapi. Artinya, tak satupun kebebasan yang independen dan bebas nilai. Kebebasan selalu mengikuti penuntutnya."
Jeany, Reporter, Suara Pembaruan: "sebenarnya gak perlu ada hari khusus untuk merayakan kebebasan pers karena kenyataannya kebebasan pers belum betul-betul dirasakan. Kalaupun ada pers yang bebas, malah kebabalasan seperti paparazi. Makanya, lebih baik balik ke diri pelaku pers. Punya keinginan untuk mewujudkan kebebasan pers atau tidak. dimulai dari manajemen, perusahaan, dan para jurnalis. supaya ketika menyuarakan sesuatu, kita betul-betul bebas berpendapat, tanpa disetir atau takut”
Fajar Martha, Journalist, Kompas: “Melihat ke dalam diri sendiri bahwa sebagai seorang jurnalis kita harus independen, menjaga jarak dengan nara sumber, menjaga jarak dengan waktu, dan melakukan kontemplasi. Itulah 3 prinsip yang harus dijaga oleh seorang jurnalis. Hari ini merupakan hari yang penting untuk merefleksikan ketiga prinsip tersebut, apakah kita sudah melakukannya dalam keseharian tugas kita atau belum...”
Henry Sianipar, BBC seksi Indonesia: "Budayakan hak jawab. Jawab kata2 dengan kata2, bukan dengan memenjarakan wartawan.!!"
Victor, AFP: "Politics of any nation and regime can suppress journalists but their spirit shall always prevail to reveal the truth of life’s many mysteries".
Tasya, NHK TV: "With freedom comes responsibility. In a country like IND, where most r still defining their newly found freedom, d press have d responsibility of providing the people with balanced and accurate info so the people can make a well informed decision. Journos are not entertainers, being sensational is not a journo’s job."
Dona, Journalist, Harian Pelita: "Bagi saya kebebasan pers itu bagus tapi tetap harus ada batasan agar tidak kebablasan dan sara"
Ulin Ni’am Yusron, Journalist, Kontan dan Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia: “Hari kebebasan bagi para pekerja media untuk lebih memberi kesempatan bagi orang-orang yang tertindas untuk bersuara di media. Dia harus menjadikan dirinya sebagai corong aspirasi masyarakat, corong bagi masyarakat yg geram melihat korupsi, fasilitas publik yang rendah, dan kesejahteraan rakyat yang tidak kunjung membaik. Kini saatnya kita meminta pemerintah utk menghentikan segala bentuk intervensi dan campur tangannya terhadap kebebasan pers. Misalnya: KOMINFO yg menerbitkan berbagai aturan yg membelenggu kebebasan pers, budaya telepon yang dilakukan oleh istana kepada redaksi untuk tidak menyiarkan berita-berita yang kritis (seperti kasus Jusuf Kalla dalam Republik BBM, kasus Sekretariat Negara kepada redaksi KOMPAS dan Rakyat Merdeka beberapa waktu yang lalu). Praktek seperti itu masih berlangsung. Kita tidak akan membiarkan hal itu. Kami sadar bhw kebebasan pers bukan hadiah dari pemerintah, tapi hal ini harus direbut dan diperjuangkan!”
Friday, May 05, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment